>

target="_blank">Efek Blog

Minggu, 27 September 2015

Oy, Hati Bukan Bus Jurusan Pulang-Pergi. Kalau Sudah Meninggalkan, Buat Apa Kembali?

Beberapa orang yang pernah bersama, jika cukup dewasa, akan tetap menjadi teman setelah berakhirnya hubungan mereka. Mereka tetap bertukar pesan setiap hari raya, mengucapkan selamat saat salah satunya menjalani hari bahagia, tak pernah terpikir untuk mendoakan mantan pasangannya petaka. Tapi kurasa bukan hanya sikap dewasa saja yang dibutuhkan jika dua orang yang pernah bersama tetap ingin berteman. Ada syarat lainnya yang harus dipenuhi: mereka berpisah tanpa ada yang merasa terkhianati. Dan dalam kasus kita, sayangnya, perpisahan yang adil tak terjadi.
Saat kau berkata kau tak lagi punya rasa, aku memang hanya diam saja. Menampakkan keterkejutan toh akan percuma: takkan membuat kita tetap bersama. Tapi kau tak tahu apa saja yang kupikirkan di dalam akal. Mana kau tahu, apa yang harus kutekan demi mendapat predikat “tegar”. Rasa sakit yang paling besar adalah yang tak tampak di permukaan.
Lalu sekarang kau kembali, seolah tak pernah sengaja melukai. Hei, kau pikir kau Tuhan yang berhak membolak-balik hati?

Siapa kau memintaku membuka pintu? Berdirilah di luar pagar — takkan kupaksa masuk dia yang pernah tak betah ada di dalamnya.
Bukannya pendendam. Hanya malas mengulang apa yang sebelumnya jelas tak berujung kebaikan. Biarpun tak suka mengungkit-ungkitnya, aku tak pernah lupa bagaimana hari-hari pertama kau memilih pergi. Bicara padamu lagi sama saja dengan memutarnya kembali — maaf, ini bukan sesuatu yang kusukai.
Butuh waktu lama sebelum aku akhirnya bisa memberanikan diri pergi ke tempat-tempat yang untuk kita dulu pernah berarti. Musik yang dulu selalu kau putar, untuk beberapa waktu selalu kuhindari. Aku melakukan “pembersihan” perlahan-lahan. Kadang hati kecil dan pikiran harus kulunakkan terlebih dulu karena ingin melawan. Untuk sampai di titik ini, butuh waktu yang tak sebentar.
Bukankah salah satu tanda bahwa seseorang sudah legawa, adalah rela membuka pintu lagi untuk orang yang pernah jadi bagian dirinya?
Kata siapa? Rumusnya tak sesederhana itu. Maaf, aku tak berhutang apapun padamu. Tak ada kewajiban buatku untuk membuka pintu. Silakan berdiri di luar pagar, tak ada gunanya kau kuundang ke dalam. Bukankah kau pernah merasa terkunci di sana dan mendesak ingin keluar?

Alasanmu untuk pergi pun tak main-main. Padaku kau sudah tak yakin — dirimu lebih memilih yang lain
Kau sendiri yang dulu memilih pergi. Aku tak pernah mengusirmu — justru sempat senang kau ada di sisi. Bukan aku di antara kita yang tiba-tiba bilang ia “tak yakin.” Bukan aku yang menutup pembicaraan malam itu dengan “Jujur, aku lebih baik pilih yang lain.” Oh, bukan aku juga yang mengatakan permisi dan berjalan keluar dengan dingin.
Perlu beribu waktu dan tenaga untuk menemukan diriku yang lama. Kini kau ingin kembali dan memperbaiki semua. Maaf, maksudnya apa?
Apakah kau merasa bersalah karena meninggalkanku mendadak dan begitu saja? Atau apakah dia yang lebih kau pilih dulu tak bersikap seperti yang kau kira? Apakah ternyata aku punya sesuatu yang tak dimiliki gadis-gadis lainnya di luar sana? Atau apa kau terbangun tiba-tiba suatu malam, lalu sadar bahwa ada dari dirimu yang kini hilang?
Aku tak tahu. Dan kurasa kini, aku tak begitu peduli.
Mungkin kau lupa, tapi hati bukan bus jurusan pulang-pergi. Kalau sudah meninggalkan, tak usah repot-repot kembali.
Mungkin kau perlu belajar dariku. Kadang kau harus bilang persetan pada masa lalu. Tak perlu menyesal kenapa dulu kau ngotot ingin meninggalkan. Lagipula, kenapa baru menyesalinya sekarang?
Aku tak tahu apa kau mengetahui hal ini, karena aku tak yakin kau punya hati. Tapi hey, hanya sekadar mengingatkan lagi: hati bukan bus jurusan pulang-pergi.
Hati terbuat bukan untuk dibolak-balikkan karena impulsi. Ia akan mengembang sempurna saat dirawat sebaik-baiknya, diberi hormat oleh pemiliknya atau kepada siapa sang pemilik menitipkannya. Setelah beberapa lama kita bersama, aku tak yakin kau punya jasa penitipan terbaik di dunia. Terima kasih, tapi lebih baik yang jadi milikku kusimpan untuk diri sendiri saja — atau setidaknya, untuk orang yang akan lebih menghargainya. Mungkin saat ini memang belum kuketahui siapa. Suatu saat nanti — ada saatnya.
Kau seharusnya tak usah repot-repot kembali. Silakan pakai sepatumu lagi, aku tak membutuhkanmu di sini.
Hidupku sudah lebih baik dibandingkan saat kau masih ada di dalamnya. Berbahagialah: kepergianmu dulu tidak sia-sia.

Hanya Hal-Hal Ini yang Bisa Dilakukan Wanita Saat Memendam Perasaan Untukmu, Lelaki Pujaan

Menjadi perempuan itu susah-susah gampang. Di satu sisi kami seperti seorang lelaki, yang bisa mengagumi dan jatuh cinta. Tapi di sisi lain, ada perangkat norma dan etika yang berbeda tentang hak untuk mengekspresikannya. Laki-laki, ketika jatuh cinta, bebas saja jika ia ingin mengutarakannya. Lain halnya dengan wanita. Masih ada ketabuan bagi seorang wanita untuk mengungkapkan cintanya kepada laki-laki.
Lalu bagaimana jika perempuan sudah terlanjur jatuh ke dalam perasaan cinta yang luar biasa membuncah? Harus menerobos dinding norma? Atau menyembunyikan perasaan itu rapat-rapat?
Inilah saat yang paling sulit bagi kami. Rasanya kami sudah tidak sanggup menahan rasa yang terkadang membuat kami serasa hampir mati ini. Tapi kami masih punya malu! Malu rasanya untuk mengungkapkan perasaan ini ke dia.
Untuk kamu lelaki yang sedang ku kagumi, inilah hal-hal yang aku lakukan selama ini untuk menyimpan perasaanku padamu. Semoga kamu mengerti..

Tahukah kamu, Aku Selalu Mengamatimu. Dari Jarak yang Dekat, Jauh, Sampai Terjauh

Perasaan ini muncul begitu saja. Aku sangat penasaran siapa dirimu, apa hobimu, darimana asal-usulmu, siapa teman-temanmu, dan jomblo kah kamu. Tapi sayang, aku tidak mungkin bertanya secara langsung kepadamu. Aku hanya bisa mengumpulkan informasi dengan caraku sendiri. Aku memperhatikanmu, aku melihatmu bercengkerama dengan temanmu dari kejauhan, aku mencari akun medsos mu. Aku betah berlama-lama mengamati setiap status yang kau tulis di facebook dan twittermu. Aku mencuri diam-diam foto-foto di akun mu. Dengan cara inilah aku merasa begitu mengenalmu, walaupun mungkin kamu tidak begitu mengenalku.

Mungkin Aku Tidak Berarti Apa-Apa Untukmu. Tapi Hari-Hariku Selalu Dipenuhi dengan Cerita Tentangmu

Tahukah kamu, aku selalu menceritakan tentangmu ke teman-teman terdekatku. Setiap saat dan setiap waktu aku menceritakan tentangmu ke mereka. Bahkan aku terlihat sangat bersemangat setiap kali bercerita. Sehingga kamu mulai populer di lingkunganku. Tidak hanya aku yang mengenalmu, bahkan teman-temanku sudah banyak yang tahu tentangmu meskipun mereka tak pernah sekalipun bertemu denganmu.

Hanya Melihatmu Saja Sudah Membuatku Begitu Bahagia

Senang rasanya setiap kali melihatmu, meskipun dari jarak yang jauh. Tapi melihatmu sehat dan tersenyum saja sudah membuatku tenang. Ya walaupun senyummu itu tidak ditujukan padaku sih. Tapi mungkin kamu tidak percaya, momen setelah aku melihatmu adalah bahan cerita selanjutnya yang akan ku ceritakan dengan semangat di depan teman-temanku. Begitu pula sebaliknya, jika lama aku tidak melihatmu, aku akan secara diam-diam mencarimu. Aku akan mendatangi tempat-tempat dimana aku sering melihat kau di sana. Sedih rasanya jika di setiap sudut tempat yang sering kamu datangi ternyata tidak ada dirimu. Biasanya aku juga akan menceritakan kesedihan itu ke teman-temanku. Pokoknya, kamu sangat terkenal di kalanganku.

Beberapa Kali Air Mata Ini Tumpah Karenamu

Ada waktu dimana perasaan ini begitu memuncak. Ada waktu dimana rindu ini begitu membuncah. Sampai akhirnya aku merasa tidak sanggup lagi menahan perasaan ini. Perasaan yang sangat membebaniku. Perasaan yang membuatku tidak lagi dapat menikmati hidup dengan cara yang wajar. Akhirnya, air mataku ini jatuh dengan sendirinya. Bukan, bukan karena kamu menyakitiku. Tapi karena aku begitu mengagumi dan merindukanmu.

Obrolan Singkat Kita Terkadang Membuatku Tertawa Sendiri Seperti Orang Gila

Ternyata kamu approve request friend dariku di facebookmu! Sumpah, seneng banget rasanya! Lalu kuberanikan diri untuk chat kamu pertama kali:
“Terimakasih sudah approve”
Lalu kamu pun menjawab
“Oh iya, sama sama :) “
Setelah itu aku memperpanjang obrolan kita dengan pertanyaan-pertanyaan simpel. Seperti menanyakan materi kuliah atau hal-hal seputar kampus. Kamu pun menjawab pertanyaanku dengan sangat ramah.
Tahu gak sih, ini sudah cukup membuatku gila kegirangan! Aku merasa kamu telah mengenalku. Aku merasa kamu telah membuka celah untukku masuk lebih dalam ke kehidupanmu. Walaupun belakangan aku sedikit sadar bahwa itu hanyalah balasan yang biasa-biasa saja darimu. Tapi biarlah! Aku tetap senang, dan berkali-kali aku membaca ulang obrolan singkat kita itu.

Aku Bukan Apa-Apamu, Tapi Aku Menyimpan Cemburu

Aku bukan hanya penggemarmu, tapi aku orang yang diam-diam mencintaimu. Kamu mungkin tidak sadar bahwa ada aku yang selalu mengamati gerak-gerikmu. Kamu mungkin tidak sadar bahwa ada orang yang berkali-kali terbakar cemburu karena ulahmu. Dialah aku. Aku kerap kali cemburu ketika melihat kamu sedang asik bercengkerama dengan sosok perempuan. Aku juga cemburu setiap kali ada perempuan muncul di dinding FB mu, meskipun dia hanya mengomentari statusmu. Bahkan aku cemburu jika kamu berfoto dengan teman-teman perempuanmu. Ya, aku cemburu. Cemburu kepada kamu, yang bahkan bukan siapa-siapaku sampai saat ini.

Aku Ingin Kamu Tau Perasaanku, Tapi Mana Mungkin Aku Mengatakannya

Terkadang terbesit dalam benakku untuk ku tumpahkan saja semua isi hati ini kepadamu. Supaya kamu tahu dan aku menjadi lega. Tapi aku selalu mengurungkan niat itu. Aku takut. Aku terlalu takut untuk sakit hati. Aku malu. Aku malu jika kamu menolakku. Akhirnya, sampai di titik ini, aku masih bersikeras untuk memendam perasaan yang kian hari kian menyiksa. Entah sampai kapan.
Hanya Doa yang Bisa Mempertemukan Kita
Di sini, di sajadah ini, Aku mendoakan banyak hal baik untukmu. Maaf lancang, tapi aku berkali-kali  memintamu kepadaNya. Kepada Dia yang benar-benar memilikimu. Meskipun aku tahu, Ia telah merencanakan yang terbaik untukku dan untukmu yang terurai dalam suratan takdir. Tapi, izinkan aku untuk tidak berhenti memintamu, setidaknya sampai aku benar-benar yakin bahwa kamu bukan ditakdirkan untukku.
Ini adalah perasaan yang tidak mudah kami, seorang wanita. Tapi Bagaimanapun, perasaan ini tumbuh secara alamiah yang tidak bisa dicegah begitu saja. Mungkin ada dari kami yang berakhir dengan bahagia karena cinta itu berbalas, ada yang berakhir pilu ketika perasaan itu tertolak, namun adapula yang sampai kapanpun menjadi misteri tanpa membuat ia tahu bahwa ada seorang perempuan yang secara diam-diam begitu menginginkannya. Apapun ujungnya, beginilah cerita kami. Seorang wanita yang jatuh cinta…