>

target="_blank">Efek Blog

Kamis, 24 September 2015

Aku Sudah Berjuang Sekuat Ini. Apa Kamu Memang Tak Punya Hati ?

Sudah terlalu banyak hal yang rasanya aku tawarkan. setelah selama ini siaga di sisi demi mengusap keringatmu yang datang tanpa permisi.
Perjuangan ini rasanya makin absurd untuk dijalani. Asal kau tau, Jika hati ini adalah kursi kayu panjang, yang telah engkau lengkungkan dan menciptakan banyak retak di atasnya, tanpa mau tahu apa yang ku rasa.
Aku kan sudah bilang kalau aku begini. Kau sudah tahu, Kenapa kamu tidak pergi ?
Oh ayolah. Egois sekali dirimu. Berlindung di balik ke-aku-an yang rasanya tak bisa di tawar lagi.
seakan dengan bilang kau beremgsek dari awal maka aku pasti tak akan sakit hati.
Kau pernah kuperjuangkan sampai menciptakan sembilu yang perihnya terasa sampai hari ini. kini kuputuskan berhenti, aku tak lagi mau jadi opsi. lebih baik aku remuk hari ini, dari pada terus berjuang demimu yang tak punya hati.

Impian bisa menggenapkanmu sudah ku akhiri. rasanya kau juga tak perlu tahu, pernah ada gadis yang sedalam itu mencintai.
Pernah ada gadis yang cintanya menaungi serimbun itu. Berulang ranting teduhnya hendak dipangkas namun ia tak sampai hati, bercericit cemas. Lalu duduk lemas.
Kau juga tak perlu tahu betapa banyak air mata dan harga darinya tergadai.
Berenang dalam matanya, cobalah berjalan di hatinya jika bisa.
Kau akan bisa menemukan jejakmu dimana-mana.
Setiap kali mengecup punggung tanganmu, ada haru yang muncul di hati yang dulu milikmu. 
Sedang ia, menatap matamu saja tak mampu. takut pancar bening lain terpantul disitu.
Gadis yang sama kini memilih dengan gagah, ia berhenti bermimpi bisa menggenapkanmu, patah arang.

Sering-seringlah menyakitiku, kau toh tak peduli'kan jika hati ini berdetak keras karenamu?


Sering-seringlah menyakitiku, sayang,
kau sudah lebih dari tahu kalau hatiku, tak lebih dari sebuah kursi kayu rapuh yang menunggu waktu patah dan berhenti punya guna, yang sudah tak lagi berwujud di mata manusia.
Selama masih bisa kau atur dudukmu miring sedikit, geser kanan kini bergantian tiap detik aku pasti masih kuat bertahan, dan kau sayang... sudah memperhitungkannya lebih dulu.
kemari, coa kulihat kertas burammu, aku penasaran atas ekuasi handal sampai kapan nyeri ini sanggup ditahan.
Hingga ... " Kraaakkkk !!! Dua ia terbelah, dan menganga
Lalu, kau segera beranjak, berinsut pindah.

Waktu membuat makin banyak peran di hidupku yang kau mainkan. Tapi bukan berarti lalu kau tak bisa ku tinggalkan.
Denganmu aku sudah bermain gengsi, jatuh cinta, patah hati, hati dan beci, tapi ujung-ujungnya jatuh cinta lagi. Denganmu, aku menjelma jadi gadis kecil manja yang minta diusap saat sakit, atau wanita dewasa yang menyapu kamar dan memasak tanpa diminta. Dalam jejak kecil kita, aku hanya ingin sebaik-baik wanita. Agar kamu bangga dan bahagia, meski kebiasaan buruk dan kecerobohanku terus kau baca, tapi kasih terus bersedia.
sekian lama kita bersama, kau memang menjelma menjadi kekasih, kakak, sahabat, teman diskusi, dan bahkan rekan bertengkar. Aku mencintaimu tanpa banyak minta, tak pernah terbesit kompirasi dengan pria lain di luar sana.

Sesekali kau menemukanku merengek manja, minta di temani kemana-mana atau minta kau membuka lengan agar dadamu bisa jadi rumah tempatku pulang dan meletakan kepala. mengetahui fakta bahwa aku membutuhkanmu boleh membuatmu bangga. tapi bukan berarti tanpa kehadiranmu, hidupku tak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Kehilanganmu jelas membuatku mati rasa sementara. Namun aku bersumpah, selepas limbung beberapa saat lamanya kau akan menemukanku melenggang seperti biasa. Aku bertahan.
perlakuanmu selama ini membentukku jadi pejuang.

Aku pergi, Kini rasakanlah bagaimana lelahnya menghadapi hidup seorang diri. Asal kau tau, kenop ke hatiku sudah diganti, kau tak bisa masuk kedalamnya lagi.

Kata Orang, Cara Terbaik untuk menghargai arti sebuah rumah adalah dengan meninggalkannya.
Pergi, membuatmu lepas dari cangkang yang bernama kenyamanan. memaksamu tangguh menghadapi dunia tanpa perlindungan.
Di luar, satu-satunya cara yang tersedia hanyalah berjuang. mengerahkan seluruh kemampuan agar kamu tetap hidup. Belajar Bertahan.

Kau Tahu, mungkin kita hanya terlalu jengah setelah menghirup udara yang sama. kau dan aku lupa kita saling membutuhkan
Tak perlu lagi kugapai engkau jauh-jauh. Sebab kau sedekat pembuluh. Untukmu, aku sudah seperti nafas, hingga ringan rasanya aku terhenpas. Kau dan aku seperti dua petualang yang kelelahan. kita butuh meluruskan betis sebelum langkah kembali di ayunkan.
Aku juga takut kedinginan, enggan rasanya keluar dari hangat ruangan, untuk kemudian menggigil . sendirian. Tapi dekapmu tak akan kuhargai, sebelum aku tahu repotnya harus memeluk diri sendiri. kamu tak akan menghayati rasanya di dampingi. Sebelum pijatan di bahumy tak lagi mudah di temui.

Rasakan. Rasakan bagaimana lelahnya menghadapi hidup sendiri.
Nikmati. Nikmati hari-hari penat tanpa pijatan ketika keringatmu menetes deras tanpa ada yang menghentikan.
carilah rumah kontrakan, tempat singgah baru.
lalu hayatilah, apakah ia bisa melelapkanmu seperti aku?
Bisakah ia merawatmu tanpa banyak gerutu, memastikan semua bersih dan rapih sebelum kau kembali membuka pintu?

Rumah ini perlu dibenahi dulu, Catnya butuh diganti baru, lampu beranda juga sudah terlalu redup untuk kita santai duduk di depan pintu.
Sebelum kita benar-benar berkemas. ingin kubisikkan kata pamungkas pelan-pelan di telingamu,
"Kunci kenop pintu itu sudah kuganti selamanya. Kau tak lagi bisa seenaknya membukanya kapan saja "